Sebenarnya, aku bisa memberimu senyuman. Lalu menyapamu
seharian. Tapi, cinta tidak begitu. Tidak perlu mencari perhatian. Setahuku,
cinta memperhatikan meski dalam diam, merindu meski ditahan.
Aku berharap kau tahu bahwa kadang, memilih untuk diam itu
lebih baik, daripada harus mengubah banyak hal yang sebenarnya tidak perlu
diubah.
Memilih untuk diam memendam rasa bukan berarti kamu
pengecut, tapi, mungkin saja dengan memendam rasa kamu bisa menyelamatkan
hubungan orang lain, mungkin saja kamu bisa tetap bersikap biasa saja ketika
berada di dekatnya, mungkin saja dengan begitu tidak akan banyak orang yang
tersenyum penuh arti ketika melihat kalian berdiri berdampingan, mungkin saja
dengan begitu kamu akan tetap bahagia karena bisa melihatnya tertawa tanpa dia
tahu bahwa kamu bahagia di dekatnya.
Memilih untuk diam memang kadang terasa seperti menyimpan
mawar berduri dalam sakumu, menyakitkan tapi bisa membuatmu merasa memiliki
sesuatu untuk diperjuangkan.
Dan aku seperti wanita itu—bertahan dalam kata mungkin. Mencari
harap dalam senja yang menguning. Dan, ketika aku melihat senja berganti gelap,
aku tahu matamu tak pernah terjebak dalam warna mataku. Tak pernah bisa berbagi
harap dengan rasaku. Tak pernah berbagi rindu dalam malamku.
Dan, sayangnya—walaupun aku tahu kemana ini mengarah—aku
tetap saja melangkah menuju rumah berpintu hatimu. Rumahmu, tapi bukan rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar