Sabtu, 01 Maret 2014

Keara dan Saya



Baca antologi rasanya Ika Natassa itu kayak aku yang ada disana, selain karena gaya bahasanya Ika Natassa yang ceplas-ceplos tapi asik, juga karena nggak tahu kenapa aku kayak Keara-nya Ika Natassa.
Dan, Key! Gue bisa bayangin apa yang ada dalam kepala elo.
Kenapa harus dia? Kenapa harus elo, Rul? Kenapa elo harus sukanya sama Denise? Dan kenapa juga gue masih suka sama elo padahal gue tahu gue nggak akan pernah menangin ini kalo ini emang perang.
But, don’t you see? I’m still here. I stay. Kenapa elo sukanya nggak sama gue aja? Apasih kurangnya gue? Hahaha, I’m being an arrogant, don’t I? kenapa elo nggak bisa ngelihat gue sebentar aja? Tapi sayangnya cinta emang gitu. Iya, kan? Kenapa elo cuma bisa lihat Denise dan gue cuma bisa lihat elo. Padahal, Risjad selalu ada buat gue,
dan dia selalu lihat gue. Nggak kayak elo, Rul. Tapi kenapa sampe sekarang beribu pertanyaan kenapa itu nggak juga ada jawabannya?
sumber
That’s the point. You love someone, someone loves the other, and the other one loves you. Someone hurts you, and you hurt the other. Fate is always funny, right?
Lo bisa buka pintu hati lo buat Denise, dan gue bisa buka pintu hati gue buat elo. Tapi, ya cuman elo. The one and only. Gue nggak tahu sampai kapan gue kayak gini. Tapi selama gue disini gue bakal ada buat lo. Balesin setiap sms lo, bikin lo ketawa, bikin jokes garing.
Sayangnya, gue pernah baca di novelnya antologi rasa “If you make a girl laugh, she likes you. But, if you make a girl cry, she loves you.” Tapi bagi gue itu cukup, Rul. Cukup elo ada disekitar gue.
Mungkin gue emang terlalu pengecut. Pengecut untuk sekadar bilang ke elo, “Hey, Rul! Look at me, can’t you see how much I love you?” gue terlalu pengecut buat ngambil resiko lo jauhin kalo elo tahu apa yang ada dalam kepala gue. Tapi orang pengecut ini, Rul yang tetep stay selama apapun elo ngilang.
I can’t never win this, can I, Rul?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar