Sabtu, 04 Mei 2013

To Tell You The Truth



Hai,
Selamat sore senja keemasan dibalik bukit bernama Volga. Apa kabar? Kau tahu apa yang ingin aku lakukan sekarang? Aku ingin berterimakasih kepadamu.
Terimakasih telah menitipkan salam rindu itu kepadaku. Terimakasih telah menitipkan sebagian rindumu untuknya kepadaku. Rindumu untuknya. Terimakasih telah mempercayaiku membawa salam rindu itu. Bukankah itu artinya kau pernah memikirkanku walau sejenak? Bukankah itu artinya aku pernah menyita waktumu? Aku bersyukur untuk itu, kau tahu? Seberapapun berartinya orang itu—orang yang salam rindunya kau titipkan kepadaku—setidaknya kau pernah memikirkanku. Walaupun hanya berakhir kepadanya, tapi aku cukup bahagia untuk bahagiamu dan harapanmu akan salam rindu yang kau titipkan kepadaku lewat hangatnya angin musim semi kota San Fransisco.
Kau tahu? Aku sudah terbiasa denganmu. Terbiasa kau anggap orang yang memberimu senyum ketika kau kembali dan tetap memberimu senyum bahkan ketika kau hanya akan menyisakan punggung itu menjauh.
Hai,
Apa kabar lelaki bervespa biru? Masih tetap berdiri kan? Aku yakin kau akan tetap berdiri meski tanpaku, karena yang ku tahu kau tidak butuh kehadiranku untuk membantumu sekadar berdiri. Kau tahu? Aku baru saja menyadari beberapa hal. Pertama, aku baru menyadari bahwa ada bagian dari diriku yang berteriak ingin berkata aku merindukanmu. Kedua, wanita itu—wanita yang kau sebut mencintaimu dan kau cintai—telah menyadarkanku tentangmu, tentang setiap kata yang kau pilih adalah katanya juga. Dan setiap spasi yang kau ketik di pesan singkatmu adalah spasinya juga. Dan aku baru menyadari begitu berartinya dia bagimu, dan kamu baginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar