Sabtu, 17 November 2012

Sepotong hujan

Hari ini hujan. Ya hujan. Hujan. Aku suka hujan. Kenapa?
Karena saat hujan aku dapat mengingatmu dengan baik. Seakan setiap titiknya menyampaikan kisah yang pernah kita lewati.
Karena setiap hujan aku dapat menikmati cokelat panas dan melihat keluar jendela menikmati jarum jarum halus itu jatuh.
Karena setiap hujan aku dapat menikmati secangkir kopi panas dan berharap kau akan berlari ke arahku. Kemudian kita duduk berdua berbagi cerita.
Karena dalam dinginnya hujan kau akan memberiku kehangatan lewat matamu yang teduh.
Karena hujan akan menghapus air mata kita. Karena saat hujan kita tidak perlu bersembunyi untuk menangis.
Aku ingat hari itu, dua tahun yang lalu.
Saat genap satu tahun kita menjalin hubungan. Pukul delapan malam. Saat itu hujan. Dan dengan bodohnya kau berlari di bawahnya seakan hujan memberimu alasan untuk tetap berlari.
Di ujung halaman rumahku, wujudmu jelas adanya diterangi temaram lampu taman yang kekuningan. Tangan kananmu memegang bunga mawar berwarna merah.
       "Happy anniversary, sayang," katamu dengan bibir putih bergetar menahan dingin.
Aku hanya tersenyum lalu memandangmu. "Kamu bodoh!" kataku saat itu.
       "Tepat satu tahun. Dan aku memang selalu bodoh saat bersamamu," katamu saat itu tanganmu mengulur memberikan sebuket bunga mawar merah.
       "Terimakasih. Ayo masuk! Akan aku ambilkan handuk," kataku sambil berlalu.
Kau hanya mengekor di belakangku kemudian mengambil tempat duduk disamping jendela. Aku kembali dengan dua gelas cokelat panas dan handuk. Kita menghabiskan waktu berdua saat itu dengan hujan dan dua gelas cokelat panas.
Sekarang aku disini ditempat yang sama dan dalam keadaan yang sama. Hujan. Tapi apakah perasaan kita masih sama?
        "Disini hujan, sayang. Apa disana juga hujan? Hujannya semakin lebat. Aku bisa merasakannya—di pipiku."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar