Rabu, 28 Agustus 2013

Review Novel- Roma by Robin Wijaya


Pembaca tersayang,
Banyak jalan menuju Roma. Banyak cerita berujung cinta.
Robin Wijaya, penulis novel Before Us dan Menunggu mempersembahkan cerita cinta dari Kota Tujuh Bukit.
Leonardo Halim, pelukis muda berbakat Indonesia, menyaksikan perempuan itu hadir. Sosok yang datang bersmaa cahaya dari balik sela-sela gereja Saint Agnes. Hangatnya menorehkan warna, seperti senja yang merekah merah di langit Kota Roma. Namun, bagaimana jika ia juga membawa luka?

Leo hanya ingin menjadi cahaya, mengantar perempuan itu menembus gelap masa lalu. Mungkinkah ia percaya?
Sementara sore itu, di luar ruangan yang dipenuhi easel, palet, dan kanvas, seseorang hadir untuk rindu yang telah menunggu.

Setiap tempat punya cerita.
Roma seperti sebuah lukisan yang bicara tanpa kata-kata.
Enjoy the journey

Editor.

-------------------------------------------------

Leo bertemu dengan Felice karena sebuah insiden yang hampir membawa reputasi buruk baginya dan bagi galeri tempat pameran itu berlangsung. Pasalnya kejadian seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya. Leo menyelenggarakan pameran lukisan di Roma akibat bantuan dari temannya-Francesco.
Setelah insiden itu, takdir membawa Leo kembali bertemu dengan Felice ketika Felice pulang ke Indonesia. Di Indonesia, rasa itu mulai tumbuh. Rasa nyaman ketika Felice menemukan Leo, rasa nyaman yang hadir ketika Felice tidak tahu kemana akan melangkahkan kaki tapi justru melangkahkan kaki menuju Leo.
Felice yang sudah memiliki pacar Italian dan Leo yang sudah memiliki pacar orang Indonesia justru nyaman ketika bersama. Dan takdir membawa mereka bertemu untuk yang ketiga kalinya di Roma ketika Leo akan mengadakan pameran lagi keliling Eropa. Di pertemuan ketiganya ini, Leo meminta Felice untuk menemaninya keliling kota Roma mencari insipirasi.
Tapi, perjalannya dengan Felice justru membuatnya menemukan wanita itu, wanita dari lukisan yang tidak akan pernah dijualnya sampai kapanpun. Wanita yang hadir ketika warna merah senja mengisi kota Roma. Wanita yang dilukis kakeknya, wanita yang berdiri didekat gereja Saint Agnes.
Wanita yang akhir-akhir ini mengisi pikirannya. Wanita yang mengalihkan pikirannya dari Marla. Hingga akhirnya, suatu sore Marla datang ke Roma tanpa sepengetahuan Leo, membawa rindu yang mendalam, membawa cinta yang tercampakkan.
Marla tahu ada yang tidak beres dengan Leo, karena Marla terlalu mengenal Leo. Marla tahu, wanita dalam sketsa Leo yang ia temukan di Jakarta. Marla juga tahu seberapa berartinya wanita itu bagi Leo. Namun, sayangnya wanita itu justru meninggalkan Leo ketika Marla sudah merelakan Leo demi wanita itu.
Tapi, pada akhirnya cinta akan berawal dan berakhir ditempat yang sama. Karena begitulah, akhirnya Leo bersatu lagi dengan Felice meskipun Felice sempat salah paham dengan Marla. Pada hari ketika Leo menggelar pameran tunggalnya di Roma, Felice datang dan Marla menjelaskan semuanya. Karena pada akhirnya Leo telah menemukan jalan menuju Felice.  Di akhir cerita, Marla mendapat kado dari James, teman Leo dengan sebuah undangan yang ia tulis sendiri, dan akhirnya Marla tahu dia akan memenuhi undangan itu. Suatu hari nanti.
---------------------------------------------------------


Novel ini bersetting di Roma (udah jelas sih) tokoh utamanya namanya Leonardo Halim dan didampingi sama Felice.Tapi enggak tahu kenapa aku justru lebih suka sama Marla daripada sama Felice dan kesannya jadi Felice yang ngerebut Leo dari Marla. Marla itu benar-benar menakjubkan dia disini dilukiskan sebagai seseorang yang matang secara emosional dan sangat dewasa. Pengen deh bisa kayak Marla. Seandainya aja ada semua orang sedewasa Marla pasti dunia bakal damai. Sebenernya sih menurutku ide ceritanya standar tapi enak dibaca, soalnya pindah-pindah tempat. Sayangnya aku agak bingung sama ceritanya soalnya bahasanya puitis banget. Dan menurutku nggak ada sesuatu yang bikin suprise dan bertanya-tanya *duh maaf* tapi novel ini cukup bisa dinikmati kok dan ada quote-quote dengan kata-kata manis. Apalagi, penulisnya cari tempat yang enggak mainstream itu susah loh buat bisa booming. Jadi ya, so far so good. 
---------------------------------------------------------------------------
Quote yang paling bagus: 
Kenapa kita membenci seseorang? karena sering kali kita menaruh cinta yang begitu besar dan lupa akan risiko dikecewakan. Padahal, cinta menerima segalanya. Cinta menerima kekurangan dan kelebihan, Felice.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar